Pendakian gunung, bukan hal yang biasa bagi manusia pada umumnya dikarenakan dataran rendah adalah ekosistem manusia secara umum. Namun jika kita pahami makna pendakian, filosofi kehidupan akan banyak kita peroleh. Contohnya saja jika kita kaitkan dengan dunia percintaan,
pendakian gunung untuk mencapai tujuan, penuh dengan perjuangan hingga berakhir di Summit (Nembak dan ditrima tuh, tinggal nikmatin + mempertahankan). Pastinya suatu perjalanan bakal ada managemen dan strategi tertentu untuk mencapai tujuan, seperti mencari informasi tentang medan yang akan ditempuh (Stalking account sosmednya sidoi), menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan (PDKT ama sidoi melalui hobi, benda fovorite, selera lagu, bahkan film yang doi sukai). Namun, namanya juga kegiatan outdoor pasti ada resiko tertentu dalam prosesnya, seperti Mountain Sickness (diputus atau ditolak) atau bahkan sampai tersesat dihutan (GALAU BERAT BOSSS alias GAGAL MOVE ON :D). Namun tidak hanya sebatas itu pembelajaran yang kita dapat dari pendakian, bukan percintaan yang hanya secuil dari proses berjalannya hidup.
Tiga poin penting dalam melakukan proses pendakian; Pengetahuan yang cukup, team dengan management perjalanan yang rapi, dan mental yang kokoh akhirnya menjadi 3 tombak utama untuk menaklukan SUMMIT. Begitu pula dengan proses hidup kita yang berliku-liku serta banyak sekali resiko yang akan kita hadapi nanti.
1. Pengetahuan yang cukup
Pengetahuan disini adalah materi yang pas dan sesuai untuk melakukan kegiatan outdoor. Akan tidak nyambung sekali kalau saja kita belajar memainkan harmonica untuk suatu perjalanan pendakian. Sama halnya dengan kehidupan, akan tidaknyambung sekali kalau saja kita berupaya belajar namun tidak sesuai dengan benang merah perjalanan hidup kalian. Pengetahuan dasar yang kita dapat dalam berproses sepenuhnya dari mentor kita yang paling mulia yaitu Orang Tua. Pendidikan Non-Formal yang kita dapat secara continue dari awal mbrojol hingga kita siap menempuh dan menyongsong kehidupan kita sendiri. Norma, nilai-nilai budaya, bahasa, etika, aturan dan masih banyak lagi menjadi enyamankan kita sehari-hari, dan itu bukan isapan jempol blaka. Contohnya: "nduk, ojo lungguh ditengah lawang, marai ora payu dirabi wong lanang" (nak, jangan duduk di tengah pintu, nanti gak laku). Dari sentence italic diatas sebenarnya memiliki alasan kuat yaitu harga diri seorang wanita adalah mutlak dalam budaya jawa. Dengan sikap yang kurang sopan seperti duduk didepan pintu menjadikan lelaki yang lewat pada saat itu menganggap wanita itu tiada sopan santunnya. Kurang apa coba mentor kita? sampai hal yang sedetail itu dipikirkan dan ditanamkan dalam darah daging anaknya, ya tujuannya cuma satu, menjunjung nilai-nilai budaya jawa.
2. Team dengan management yang rapi.
Saya menemukan ini dari awal kali saya mendaki, mengerti arti perjuangan dari kesulitan yang saya rasakan, dan menuai madunya dari cucuran kringat yang saya jatuhkan. Diawal kali pendakian pasti akan dirasakan penyesalan dalam perjalanan tersebut. Entah itu dari medan yang begitu curam, carrier yang terlalu berat, atau dari cuaca yang sangat tidak mendukung. Keluhan sana sini, penyesalan dalam pikiran akan terus bergejolak sampai ingin benar-benar tidak mengulangi perjalanan tersebut. Di titik inilah klimaksnya, keputusan benar-benar berada ditangan kita; melanjutkan dengan sedikit paksaan atau putar arah dan kembali turun dengan wajah konyol. "Tapi masa sih kita akan pulang tanpa merasakan madunya?" Itu yang saya pikirkan. Disinilah fungsi rekan satu team, sahabat yang ada dalam susah kelamnya hati yang hampir jatuh pada keputusasaan. Supporting dari orang disekeliling kitalah yang memperkuat mental sehingga tetap teguh pada koridor yang sudah ditentukan. Kebersamaan dalam menapaki jalan curam, gotong royong dalam menyelesaikan masalah, dan sama-sama menikmati akhirya. Intinya adalah hubungan social kita. Percuma saja kita punya team dengan personel yang banyak tapi ternyata pola komunikasi kurang merata dan terjadi sikut-menyikut antar sesama, buat apa? Akhirnya kembali pada soliditas dan solidaritas.
3. Mental yang kokoh
Mental adalah poin utama dalam ilmu SURVIVAL, pada setiap hurufnya menekankan pada jiwa yang kuat:
- Size up the situation - Situasimu harus dikuasai
- Undue haste make a waste - Usaha optimal jangan tergesa-gesa
- Remember where you are - Rekam dan kenali alam sekitarmu.
- Vanquish fear and panic - Vakumkan takut serta kepanikan mu
- Improvice - Instingmu gunakan!
- Value Living - Viva! hidupmu segalanya
- Act Like Native - Adat istiadat perlu dijaga
- Learn basic skill - Latihan kemampuan dasar
Ilmu survival harusnya sudah dimiliki oleh seluruh pendaki yang hendak mendekatkan diri kealam bebas.Tanpa mental yang kuat, poin-poin diatas tidak akan terpenuhi secara utuh. Resiko pun semakin tinggi jika kita tidak bisa menjalankan poin-poin diatas. Begitupula dengan problema-problema hidup. Pembelajaran dasarnya bisa kita adaptasi dari ilmu survival seperti diatas. Berdiskusi dan bertukar pengalaman dengan teman sebaya atau orang yang lebih tua juga akan menambah wawasan serta pengalaman yang secara tidak langsung akan menjadi bekal kita untuk menerapkan dan melangkahkan kaki dimasyarakat. [cakluk]
0 komentar:
Post a Comment